Senin, 10 Januari 2011

Artikel Usaha Kecil dan Menengah (UKM)

NAMA     :Putri Rachmawati Kartika Sari

KELAS     : 2 EA 14

NPM        : 15209434

 Usaha Kecil dan Menengah (UKM)

Usaha Kecil dan Menengah disingkat UKM adalah sebuah istilah yang mengacu ke jenis usaha kecil yang memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp 200.000.000 tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha. Dan usaha yang berdiri sendiri. Menurut Keputusan Presiden RI no. 99 tahun 1998 pengertian Usaha Kecil adalah: “Kegiatan ekonomi rakyat yang berskala kecil dengan bidang usaha yang secara mayoritas merupakan kegiatan usaha kecil dan perlu dilindungi untuk mencegah dari persaingan usaha yang tidak sehat.”
Kriteria usaha kecil menurut UU No. 9 tahun 1995 adalah sebagai berikut: 1. Memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp. 200.000.000,- (Dua Ratus Juta Rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha 2. Memiliki hasil penjualan tahunan paling banyak Rp. 1.000.000.000,- (Satu Miliar Rupiah) 3. Milik Warga Negara Indonesia 4. Berdiri sendiri, bukan merupakan anak perusahaan atau cabang perusahaan yang tidak dimiliki, dikuasai, atau berafiliasi baik langsung maupun tidak langsung dengan Usaha Menengah atau Usaha Besar 5. Berbentuk usaha orang perorangan , badan usaha yang tidak berbadan hukum, atau badan usaha yang berbadan hukum, termasuk koperasi. Di Indonesia, jumlah UKM hingga 2005 mencapai 42,4 juta unit lebih.
Pemerintah Indonesia, membina UKM melalui Dinas Koperasi dan UKM, di masing-masing Provinsi atau Kabupaten/Kota.
Ciri-ciri usaha menengah
  • Pada umumnya telah memiliki manajemen dan organisasi yang lebih baik, lebih teratur bahkan lebih modern, dengan pembagian tugas yang jelas antara lain, bagian keuangan, bagian pemasaran dan bagian produksi;
  • Telah melakukan manajemen keuangan dengan menerapkan sistem akuntansi dengan teratur, sehingga memudahkan untuk auditing dan penilaian atau pemeriksaan termasuk oleh perbankan;
  • Telah melakukan aturan atau pengelolaan dan organisasi perburuhan, telah ada Jamsostek, pemeliharaan kesehatan dll;
  • Sudah memiliki segala persyaratan legalitas antara lain izin tetangga, izin usaha, izin tempat, NPWP, upaya pengelolaan lingkungan dll;
  • Sudah akses kepada sumber-sumber pendanaan perbankan;
  • Pada umumnya telah memiliki sumber daya manusia yang terlatih dan terdidik.

Usaha Kecil dan Menengah (UKM) mempunyai peran yang strategis dalam pembangunan ekonomi nasional, oleh karena selain berperan dalam pertumbuhan ekonomi dan penyerapan tenaga kerja juga berperan dalam pendistribusian hasil-hasil pembangunan. Dalam krisis ekonomi yang terjadi di negara kita sejak beberapa waktu yang lalu, dimana banyak usaha berskala besar yang mengalami stagnasi bahkan berhenti aktifitasnya, sektor Usaha Kecil dan Menengah (UKM) terbukti lebih tangguh dalam menghadapi krisis tersebut. Mengingat pengalaman yang telah dihadapi oleh Indonesia selama krisis, kiranya tidak berlebihan apabila pengembangan sektor swasta difokuskan pada UKM, terlebih lagi unit usaha ini seringkali terabaikan hanya karena hasil produksinya dalam skala kecil dan belum mampu bersaing dengan unit usaha lainnya.
Pengembangan UKM perlu mendapatkan perhatian yang besar baik dari pemerintah maupun masyarakat agar dapat berkembang lebih kompetitif bersama pelaku ekonomi lainnya. Kebijakan pemerintah ke depan perlu diupayakan lebih kondusif bagi tumbuh dan berkembangnya UKM. Pemerintah perlu meningkatkan perannya dalam memberdayakan UKM disamping mengembangkan kemitraan usaha yang saling menguntungkan antara pengusaha besar dengan pengusaha kecil, dan meningkatkan kualitas Sumber Daya Manusianya
Kondisi UKM di Indonesia Saat Ini
Sektor ekonomi UKM yang memiliki proporsi unit usaha terbesar berdasarkan statistik UKM tahun 2004-2005 adalah sektor
(1) Pertanian, Peternakan, Kehutanan dan Perikanan;
(2) Perdagangan, Hotel dan Restoran;
(3) Industri Pengolahan;
(4) Pengangkutan dan Komunikasi; serta
(5) Jasa.
 Sedangkan sektor ekonomi yang memiliki proporsi unit usaha terkecil secara berturut-turut adalah sektor
(1) Pertambangan dan Penggalian;
(2) Bangunan;
 (3) Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan; serta
(4) Listrik, Gas dan Air Bersih.
Secara kuantitas, UKM memang unggul, hal ini didasarkan pada fakta bahwa sebagian besar usaha di Indonesia (lebih dari 99 %) berbentuk usaha skala kecil dan menengah (UKM). Namun secara jumlah omset dan aset, apabila keseluruhan omset dan aset UKM di Indonesia digabungkan, belum tentu jumlahnya dapat menyaingi satu perusahaan berskala nasional.Data-data tersebut menunjukkan bahwa UKM berada di sebagian besar sektor usaha yang ada di Indonesia. Apabila mau dicermati lebih jauh, pengembangan sektor swasta, khususnya UKM, perlu untuk dilakukan mengingat sektor ini memiliki potensi untuk menjaga kestabilan perekonomian, peningkatan tenaga kerja, meningkatkan PDB, mengembangkan dunia usaha, dan penambahan APBN dan APBD melalui perpajakan.

Pengembangan Sektor UKM
Pengembangan terhadap sektor swasta merupakan suatu hal yang tidak diragukan lagi perlu untuk dilakukan. UKM memiliki peran penting dalam pengembangan usaha di Indonesia. UKM juga merupakan cikal bakal dari tumbuhnya usaha besar. “Hampir semua usaha besar berawal dari UKM.[7] Usaha kecil menengah (UKM) harus terus ditingkatkan (up grade) dan aktif agar dapat maju dan bersaing dengan perusahaan besar. Jika tidak, UKM di Indonesia yang merupakan jantung perekonomian Indonesia tidak akan bisa maju dan berkembang.Satu hal yang perlu diingat dalam pengembangan UKM adalah bahwa langkah ini tidak semata-mata merupakan langkah yang harus diambil oleh Pemerintah dan hanya menjadi tanggung jawab Pemerintah. Pihak UKM sendiri sebagai pihak yang dikembangkan, dapat mengayunkan langkah bersama-sama dengan Pemerintah. Selain Pemerintah dan UKM, peran dari sektor Perbankan juga sangat penting terkait dengan segala hal mengenai pendanaan, terutama dari sisi pemberian pinjaman atau penetapan kebijakan perbankan.
Lebih jauh lagi, terkait dengan ketersediaan dana atau modal, peran dari para investor baik itu dari dalam maupun luar negeri, tidak dapat pula kita kesampingkan.
Pemerintah pada intinya memiliki kewajiban untuk turut memecahkan tiga hal masalah klasik yang kerap kali menerpa UKM, yakni akses pasar, modal, dan teknologi yang selama ini kerap menjadi pembicaraan di seminar atau konferensi.Secara keseluruhan, terdapat beberapa hal yang harus diperhatikan dalam melakukan pengembangan terhadap unit usaha UKM, antara lain kondisi kerja, promosi usaha baru, akses informasi, akses pembiayaan, akses pasar, peningkatan kualitas produk dan SDM, ketersediaan layanan pengembangan usaha, pengembangan cluster, jaringan bisnis, dan kompetisi
Perlu disadari, UKM berada dalam suatu lingkungan yang kompleks dan dinamis. Jadi, upaya mengembangkan UKM tidak banyak berarti bila tidak mempertimbangkan pembangunan (khususnya ekonomi) lebih luas.
Konsep pembangunan yang dilaksanakan akan membentuk ‘aturan main’ bagi pelaku usaha (termasuk UKM) sehingga upaya pengembangan UKM tidak hanya bisa dilaksanakan secara parsial, melainkan harus terintegrasi dengan pembangunan ekonomi nasional dan dilaksanakan secara berkesinambungan. Kebijakan ekonomi (terutama pengembangan dunia usaha) yang ditempuh selama ini belum menjadikan ikatan kuat bagi terciptanya keterkaitan antara usaha besar dan UKM.Saat ini, Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah berencana untuk menciptakan 20 juta usaha kecil menengah baru tahun 2020.Tahun 2020 adalah masa yang menjanjikan begitu banyak peluang karena di tahun tersebut akan terwujud apa yang dimimpikan para pemimpin ASEAN yang tertuang dalam Bali Concord II. Suatu komunitas ekonomi ASEAN, yang peredaran produk-produk barang dan jasanya tidak lagi dibatasi batas negara, akan terwujud. Kondisi ini membawa sisi positif sekaligus negatif bagi UKM. Menjadi positif apabila produk dan jasa UKM mampu bersaing dengan produk dan jasa dari negara-negara ASEAN lainnya, namun akan menjadi negatif apabila sebaliknya. Untuk itu, kiranya penting bila pemerintah mendesain program yang jelas dan tepat sasaran serta mencanangkan penciptaan 20 juta UKM sebagai program nasional.

Permasalahan yang Dihadapi UKM
Pada umumnya, permasalahan yang dihadapi oleh Usaha Kecil dan Menengah (UKM), antara lain meliputi:
A. Faktor Internal
1. Kurangnya Permodalan dan Terbatasnya Akses Pembiayaan
Permodalan merupakan faktor utama yang diperlukan untuk mengembangkan suatu unit usaha. Kurangnya permodalan UKM, oleh karena pada umumnya usaha kecil dan menengah merupakan usaha perorangan atau perusahaan yang sifatnya tertutup, yang mengandalkan modal dari si pemilik yang jumlahnya sangat terbatas, sedangkan modal pinjaman dari bank atau lembaga keuangan lainnya sulit diperoleh karena persyaratan secara administratif dan teknis yang diminta oleh bank tidak dapat dipenuhi. Persyaratan yang menjadi hambatan terbesar bagi UKM adalah adanya ketentuan mengenai agunan karena tidak semua UKM memiliki harta yang memadai dan cukup untuk dijadikan agunan.

            Terkait dengan hal ini, UKM juga menjumpai kesulitan dalam hal akses terhadap sumber pembiayaan. Selama ini yang cukup familiar dengan mereka adalah mekanisme pembiayaan yang disediakan oleh bank dimana disyaratkan adanya agunan. Terhadap akses pembiayaan lainnya seperti investasi, sebagian besar dari mereka belum memiliki akses untuk itu. Dari sisi investasi sendiri, masih terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan apabila memang gerbang investasi hendak dibuka untuk UKM, antara lain kebijakan, jangka waktu, pajak, peraturan, perlakuan, hak atas tanah, infrastruktur, dan iklim usaha.
2. Kualitas Sumber Daya Manusia (SDM)
Sebagian besar usaha kecil tumbuh secara tradisional dan merupakan usaha keluarga yang turun temurun. Keterbatasan kualitas SDM usaha kecil baik dari segi pendidikan formal maupun pengetahuan dan keterampilannya sangat berpengaruh terhadap manajemen pengelolaan usahanya, sehingga usaha tersebut sulit untuk berkembang dengan optimal. Disamping itu dengan keterbatasan kualitas SDM-nya, unit usaha tersebut relatif sulit untuk mengadopsi perkembangan teknologi baru untuk meningkatkan daya saing produk yang dihasilkannya.

1. Lemahnya Jaringan Usaha dan Kemampuan Penetrasi Pasar
Usaha kecil yang pada umumnya merupakan unit usaha keluarga, mempunyai jaringan usaha yang sangat terbatas dan kemampuan penetrasi pasar yang rendah, ditambah lagi produk yang dihasilkan jumlahnya sangat terbatas dan mempunyai kualitas yang kurang kompetitif. Berbeda dengan usaha besar yang telah mempunyai jaringan yang sudah solid serta didukung dengan teknologi yang dapat menjangkau internasional dan promosi yang baik.

2. Mentalitas Pengusaha UKM
 Hal penting yang seringkali pula terlupakan dalam setiap pembahasan mengenai UKM, yaitu semangat entrepreneurship para pengusaha UKM itu sendiri.[17] Semangat yang dimaksud disini, antara lain kesediaan terus berinovasi, ulet tanpa menyerah, mau berkorban serta semangat ingin mengambil risiko.[18] Suasana pedesaan yang menjadi latar belakang dari UKM seringkali memiliki andil juga dalam membentuk kinerja. Sebagai contoh, ritme kerja UKM di daerah berjalan dengan santai dan kurang aktif sehingga seringkali menjadi penyebab hilangnya kesempatan-kesempatan yang ada.

3. Kurangnya Transparansi
Kurangnya transparansi antara generasi awal pembangun UKM tersebut terhadap generasi selanjutnya. Banyak informasi dan jaringan yang disembunyikan dan tidak diberitahukan kepada pihak yang selanjutnya menjalankan usaha tersebut sehingga hal ini menimbulkan kesulitan bagi generasi penerus dalam mengembangkan usahanya.


B. Faktor Eksternal
1. Iklim Usaha Belum Sepenuhnya Kondusif
Upaya pemberdayaan Usaha Kecil dan Menengah (UKM) dari tahun ke tahun selalu dimonitor dan dievaluasi perkembangannya dalam hal kontribusinya terhadap penciptaan produk domestik brutto (PDB), penyerapan tenaga kerja, ekspor dan perkembangan pelaku usahanya serta keberadaan investasi usaha kecil dan menengah melalui pembentukan modal tetap brutto (investasi). Keseluruhan indikator ekonomi makro tersebut selalu dijadikan acuan dalam penyusunan kebijakan pemberdayaan UKM serta menjadi indikator keberhasilan pelaksanaan kebijakan yang telah dilaksanakan pada tahun sebelumnya.
Kebijaksanaan Pemerintah untuk menumbuhkembangkan UKM, meskipun dari tahun ke tahun terus disempurnakan, namun dirasakan belum sepenuhnya kondusif. Hal ini terlihat antara lain masih terjadinya persaingan yang kurang sehat antara pengusaha-pengusaha kecil dan menengah dengan pengusaha-pengusaha besar.
Kendala lain yang dihadapi oleh UKM adalah mendapatkan perijinan untuk menjalankan usaha mereka. Keluhan yang seringkali terdengar mengenai banyaknya prosedur yang harus diikuti dengan biaya yang tidak murah, ditambah lagi dengan jangka waktu yang lama. Hal ini sedikit banyak terkait dengan kebijakan perekonomian Pemerintah yang dinilai tidak memihak pihak kecil seperti UKM tetapi lebih mengakomodir kepentingan dari para pengusaha besar.

2. Terbatasnya Sarana dan Prasarana Usaha
Kurangnya informasi yang berhubungan dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, menyebabkan sarana dan prasarana yang mereka miliki juga tidak cepat berkembang dan kurang mendukung kemajuan usahanya sebagaimana yang diharapkan. Selain itu, tak jarang UKM kesulitan dalam memperoleh tempat untuk menjalankan usahanya yang disebabkan karena mahalnya harga sewa atau tempat yang ada kurang strategis.

3. Pungutan Liar
Praktek pungutan tidak resmi atau lebih dikenal dengan pungutan liar menjadi salah satu kendala juga bagi UKM karena menambah pengeluaran yang tidak sedikit. Hal ini tidak hanya terjadi sekali namun dapat berulang kali secara periodik, misalnya setiap minggu atau setiap bulan.

4. Implikasi Otonomi Daerah
Dengan berlakunya Undang-undang No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah yang kemudian diubah dengan UU No. 32 Tahun 2004, kewenangan daerah mempunyai otonomi untuk mengatur dan mengurus masyarakat setempat. Perubahan sistem ini akan mempunyai implikasi terhadap pelaku bisnis kecil dan menengah berupa pungutan-pungutan baru yang dikenakan pada UKM. Jika kondisi ini tidak segera dibenahi maka akan menurunkan daya saing UKM. Disamping itu, semangat kedaerahan yang berlebihan, kadang menciptakan kondisi yang kurang menarik bagi pengusaha luar daerah untuk mengembangkan usahanya di daerah tersebut.

5. Implikasi Perdagangan Bebas
Sebagaimana diketahui bahwa AFTA yang mulai berlaku Tahun 2003 dan APEC Tahun 2020 berimplikasi luas terhadap usaha kecil dan menengah untuk bersaing dalam perdagangan bebas. Dalam hal ini, mau tidak mau UKM dituntut untuk melakukan proses produksi dengan produktif dan efisien, serta dapat menghasilkan produk yang sesuai dengan frekuensi pasar global dengan standar kualitas seperti isu kualitas (ISO 9000), isu lingkungan (ISO 14.000), dan isu Hak Asasi Manusia (HAM) serta isu ketenagakerjaan. Isu ini sering digunakan secara tidak fair oleh negara maju sebagai hambatan (Non Tariff Barrier for Trade). Untuk itu, UKM perlu mempersiapkan diri agar mampu bersaing baik secara keunggulan komparatif maupun keunggulan kompetitif.

6. Sifat Produk dengan Ketahanan Pendek
Sebagian besar produk industri kecil memiliki ciri atau karakteristik sebagai produk-produk dan kerajinan-kerajian dengan ketahanan yang pendek. Dengan kata lain, produk-produk yang dihasilkan UKM Indonesia mudah rusak dan tidak tahan lama.

7. Terbatasnya Akses Pasar
Terbatasnya akses pasar akan menyebabkan produk yang dihasilkan tidak dapat dipasarkan secara kompetitif baik di pasar nasional maupun internasional.

8. Terbatasnya Akses Informasi
Selain akses pembiayaan, UKM juga menemui kesulitan dalam hal akses terhadap informasi. Minimnya informasi yang diketahui oleh UKM, sedikit banyak memberikan pengaruh terhadap kompetisi dari produk ataupun jasa dari unit usaha UKM dengan produk lain dalam hal kualitas. Efek dari hal ini adalah tidak mampunya produk dan jasa sebagai hasil dari UKM untuk menembus pasar ekspor. Namun, di sisi lain, terdapat pula produk atau jasa yang berpotensial untuk bertarung di pasar internasional karena tidak memiliki jalur ataupun akses terhadap pasar tersebut, pada akhirnya hanya beredar di pasar domestik.
Langkah yang Sudah Ditempuh
           Sesungguhnya pemerintah telah banyak mengeluarkan kebijakan untuk pemberdayaan UKM, terutama lewat kredit bersubsidi dan bantuan teknis. Kredit program untuk pengembangan UKM bahkan dilakukan sejak 1974. Kredit program pertama UKM, Kredit Investasi Kecil (KIK) dan Kredit Modal Kerja Permanen (KMKP), yang menyediakan kredit investasi dan modal kerja permanen, dengan masa pelunasan hingga 10 tahun, dan suku bunga bersubsidi.

           Setelah deregulasi perbankan pada 1988, kredit UKM dengan bunga bersubsidi secara berangsur dihentikan, diganti dengan kredit bank komersial. Selain itu, donor internasional juga menyusun kredit program investasi bagi UKM dalam mata uang rupiah. Antara 1990 dan 2000, Bank Indonesia mendanai berbagai kredit program dengan Kredit Likuiditas Bank Indonesia (KLBI), yang dapat dikelompokkan menjadi tiga kategori, yaitu Kredit Usaha Tani (KUT), Kredit Pemilikan Rumah Sederhana/Sangat Sederhana (KPRS/SS), dan Kredit Usaha Kecil dan Mikro yang disalurkan melalui koperasi dan bank perkreditan rakyat. Selain itu, NPWP sebagai prasyarat pengajuan kredit di Perbankan juga telah dihapuskan, dimana hal ini memberikan peluang dan kesempatan yang lebih besar bagi kita untuk mengakses modal dari sisi perbankan.

         Selain peran dari Pemerintah, dunia akademisi, lembaga swadaya masyarakat, dan lembaga penelitian, juga telah melakukan beberapa kegiatan yang bertujuan untuk mengembangkan UKM. Salah satu diantaranya adalah program GTZ-RED yang diadakan atas dukungan GOPA/Swisscontact yang telah berjalan sejak tahun 2003. Program ini bergerak langsung ke daerah-daerah dengan menggunakan metode enabling environment dengan fokus pada Business Climate Survey (BCS) dan Regulatory Impact Assessment (RIA) yang dilakukan oleh Technical Assisstance (TA). Tim TA ini dimotori oleh Center for Micro and Small Enterprise Dynamics (CEMSED) Universitas Satya Wacana. Tim ini telah melakukan survey, pelatihan, workshop terhadap UKM di daerah-daerah, menciptakan jaringan dengan seluruh pihak terkait UKM termasuk Pemerintah Daerah, serta membuat daftar Peraturan Daerah yang perlu untuk diperbaiki.
Langkah yang Dapat Ditempuh
Dengan mencermati permasalahan yang dihadapi oleh UKM dan langkah-langkah yang selama ini telah ditempuh, maka kedepannya, perlu diupayakan hal-hal sebagai berikut:

1. Penciptaan Iklim Usaha yang Kondusif
Pemerintah perlu mengupayakan terciptanya iklim yang kondusif antara lain dengan mengusahakan ketenteraman dan keamanan berusaha serta penyederhanaan prosedur perijinan usaha, keringanan pajak dan sebagainya.

2. Bantuan Permodalan
Pemerintah perlu memperluas skema kredit khusus dengan syarat-syarat yang tidak memberatkan bagi UKM, untuk membantu peningkatan permodalannya, baik itu melalui sektor jasa finansial formal, sektor jasa finansial informal, skema penjaminan, leasing dan dana modal ventura. Pembiayaan untuk UKM sebaiknya menggunakan Lembaga Keuangan Mikro (LKM) yang ada maupun non bank. Lembaga Keuangan Mikro bank antara Lain: BRI unit Desa dan Bank Perkreditan Rakyat (BPR).
Sampai saat ini, BRI memiliki sekitar 4.000 unit yang tersebar diseluruh Indonesia. Dari kedua LKM ini sudah tercatat sebanyak 8.500 unit yang melayani UKM. Untuk itu perlu mendorong pengembangan LKM agar dapat berjalan dengan baik, karena selama ini LKM non koperasi memilki kesulitan dalam legitimasi operasionalnya.

3. Perlindungan Usaha
Jenis-jenis usaha tertentu, terutama jenis usaha tradisional yang merupakan usaha golongan ekonomi lemah, harus mendapatkan perlindungan dari pemerintah, baik itu melalui undang-undang maupun peraturan pemerintah yang bermuara kepada saling menguntungkan (win-win solution).

4. Pengembangan Kemitraan
Perlu dikembangkan kemitraan yang saling membantu antar UKM, atau antara UKM dengan pengusaha besar di dalam negeri maupun di luar negeri, untuk menghindarkan terjadinya monopoli dalam usaha. Selain itu, juga untuk memperluas pangsa pasar dan pengelolaan bisnis yang lebih efisien. Dengan demikian, UKM akan mempunyai kekuatan dalam bersaing dengan pelaku bisnis lainnya, baik dari dalam maupun luar negeri.

5. Pelatihan
Pemerintah perlu meningkatkan pelatihan bagi UKM baik dalam aspek kewiraswastaan, manajemen, administrasi dan pengetahuan serta keterampilannya dalam pengembangan usahanya. Selain itu, juga perlu diberi kesempatan untuk menerapkan hasil pelatihan di lapangan untuk mempraktekkan teori melalui pengembangan kemitraan rintisan.

6. Membentuk Lembaga Khusus
Perlu dibangun suatu lembaga yang khusus bertanggung jawab dalam mengkoordinasikan semua kegiatan yang berkaitan dengan upaya penumbuhkembangan UKM dan juga berfungsi untuk mencari solusi dalam rangka mengatasi permasalahan baik internal maupun eksternal yang dihadapi oleh UKM.

7. Memantapkan Asosiasi
Asosiasi yang telah ada perlu diperkuat, untuk meningkatkan perannya antara lain dalam pengembangan jaringan informasi usaha yang sangat dibutuhkan untuk pengembangan usaha bagi anggotanya.

8. Mengembangkan Promosi
Guna lebih mempercepat proses kemitraan antara UKM dengan usaha besar diperlukan media khusus dalam upaya mempromosikan produk-produk yang dihasilkan. Disamping itu, perlu juga diadakan talk show antara asosiasi dengan mitra usahanya.

9. Mengembangkan Kerjasama yang Setara
Perlu adanya kerjasama atau koordinasi yang serasi antara pemerintah dengan dunia usaha (UKM) untuk menginventarisir berbagai isu-isu mutakhir yang terkait dengan perkembangan usaha.

10. Mengembangkan Sarana dan Prasarana
Perlu adanya pengalokasian tempat usaha bagi UKM di tempat-tempat yang strategis sehingga dapat menambah potensi berkembang bagi UKM tersebut.

Minggu, 09 Januari 2011

Seminar Rancangan Undang - Undang Tentang Otoritas Jasa Keuangan (OJK)

NAMA     : Putri Rachmawati Kartika Sari
KELAS    : 2 EA 14
NPM        : 15209434

OTORITAS JASA KEUANGAN (OJK)
Pasal 34 UU No. 3/2004 tentang Bank Indonesia:
(1) Tugas mengawasi Bank akan dilakukan oleh lembaga pengawasan sektor jasa keuangan yang independen, dan dibentuk dengan Undang – undang.
(2) Pembentukan lembaga pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) akan dilaksanakan selambat – lambatnya 31 Desember 2010.
  • Penjelasan Pasal 34 ayat (1):
Lembaga pengawasan jasa yang akan dibentuk melakukan pengawasan terhadap Bank dan perusahaan – perusahaan sektor jasa keuangan lainnya yang meliputi asuransi, dana pension , sekuritas, modal ventura, dan perusahaan pembiayaan, sera badan – badan lain yang menyelenggarakan pengelolaan dana masyarakat.
Lembaga ini bersifat independen dalam menjalankan tugasnya dan kedudukannya berada di luar pemerinah dan berkewajiban menyampaikan laporan kepada Badan Pemeriksa Keuangan dan Dewan Perwakilan Rakyat. Dalam melakukan tugasnya lembaga ini (supervisory board ) melakukan koordinasi dan kerjasama dengan Bank Indonesia sebagai Bank Sentral yang akan diatur dalam Undang – undang pembentukan lembaga pengawasan dimaksud.
  • Penjelasan Pasal 34 ayat (2)
Pengalihan fungsi pengawasan bank dari Bank Indonesia kepada lembaga pengawasan sektor jasa keuangan dilakukan secara bertahap setelah dipenuhinya syarat – syarat yang meliputi infrastruktur, anggaran, personalia, struktur organisasi, sistem informasi, sistem dokumentasi, dan berbagai peraturan pelaksanaan berupa perangkat hukum serta dilaporkan kepada Dewan Perwakilan Rakyat.
  • Penjelasan Pasal 37 ayat (1):
Jumlah anggota Dewan Gubernur disesuaikan setelah fungsi pengawasan bank dialihkan kepada lembaga pengawasan sektor jasa keuangan dengan mempertimbangkan pinsip efisiensi.

PERMASALAHAN GLOBAL YANG DIHADAPI DI DALAM SISTEM PENGAWASAN LEMBAGA JASA KEUANGAN

Konglomerasi Bisnis Jasa Keuangan
     Pertumbuhan dari berbagai entitas bisnis menjadi suatu bentuk konglomerasi yang menawarkan berbagai produk dan jasa keuangan di lini bisnis perbankan, pasar modal, asuransi, maupun lembaga pembiayaan non bank lainnya yang merupakan suatu tantangan yang kompleks di dalam mengatur dan mengawasi kegiatan entitas yang berbentuk konglomerasi. Pengaturan dan pengawasan yang bersifat sub sektoral (oleh masing – masing lembaga pengawas secara sendiri ) dapat mengakibatkan tidak terdeteksinya resiko financial dari kegiatan yang berada di wilayah abu – abu (grey area) dalam grup konglomerasi tersebut oleh otoritas pengawas, sehingga dapat membahayakan tingkat kesehatan sistem keuangan. Financial innovations telah menciptakan hybrid products yang menmbah kompleksitas transaksi pasar keuangan.
Arbitrase Peraturan
     Arbitrase peraturan adalah suatu istilah yang merujuk pada praktik – praktik yang dilakukan oleh lembaga – lembaga jasa keuangan dengan memilih di antara yurisdiksi oritas yang berbeda untuk memanfaatkan regulasi yang lebih longgar. Oleh karena itu, perlu selalu dilakukan harmonisasi dan sinkronasisasi peraturan di bidang jasa keuangan sehingga tercipta suatu kerangka aturan yang memiliki keseragaman di dalam standar pengaturan terhadap produk dan aktivitas jasa keuangan. Hal ini akan lebih efektif dilakukan dengan cara melakuakan konsolidasi regulator sektor jasa keuangan kedalam satu lembaga pengatur dan pengawas yang terintegrasi guna mencegah praktik – praktik tersebut.
Benturan Kepentingan
a. Kecenderungan Bank Sentral untuk lebih menggunakan instrument moneter (fasilitas likuiditas) di dalam menangani permasalahan bank dari pada menerapkan regulasi prudensial.
b. Potensi adanya intervensi “penguasa” di dalam menangani permasalahan dan perilaku pasar modal.

Hal – Hal Pokok RUU OJK
Indepedensi diwujudkan dalam bentuk:
1. Setelah dipilih, anggota Dewan Komisioner memiliki periode jabatan yang hanya bisa diberhentikan dengan persyaratan yang transparan (missal: criminal, immoral, dan melanggar sumpah jabatan).
2. Anggaran operasional OJK dibiayai dari industri keuangan dan diaudit oleh Akuntan Publik dan/atau BPK secara professional dan transparan.
3. OJK berada diluar system birokrasi pemerintahan.

Check and Balances diwujudjan dengan cara:
1. Menghilangkan benturan kepentingan dengan cara memisahkan antara fungsi pengaturan (regulasi) dan fungsi pengawasan (supervise).
2. Dewan Komisioner melakukan fungsi pengaturan, sedangkan 3 lembaga pengawas masing – masing melaksanakan fungsi pengawasan secara otonomi.
3. Ketua Dewan Komisioner mewakili OJK secara eksternal, namun secara internal penganbilan keputusan Dewan Komisioner bersifat kolegial.

Koordinasi:
1. Membentuk database bersama yang terintegrasi.
2. Bank Indonesia sebagai otoritas moneter diperkenankan melakukan “onsite inspection” bersama dengan Pengawas Perbankan-OJK dan LPS.
3. Kementrian Keuangan, Bank Indonesia, OJK, dan LPS adlah anggota Forum Stabilitas Sistem Keuangan yang berkoordinasi secara rutin melakukan: macroeconomic surveillance, pertukaran informasi tentang profil resiko industry keuangan, dan menyempurnakan crisis management protocol.

Bank Indonesia sebagai Otoritas Moneter memiliki kewenangan:
1. Kebijakan Moneter.
2. Pengaturan perbankan yang terkait dengan kebijakan moneter.
3. System Pembayaran.
4. Lender of the last resort.
5. Macro-Prudential.

Struktur Organisasi OJK
OTORITAS JASA KEUANGAN
DEWAN KOMISIONER
Beranggotakan 7 orang, terdiri atas:
1) Ketua Komisioner.
2) Anggota Komisioner (ex-officio).
3) Anggota Komisioner (ex-officio) Bank Indonesia.
4) Anggota Komisioner (ex-officio) Kementrian Keuangan.
5) Anggota Komisioner merangkap Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan.
6) Anggota Komisioner merangkap Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal.
7) Anggota Komisioner merangkap Kepala Eksekutif Pengawas IKNB.

MODEL PENGAWASAN INDUSTRI JASA KEUANGAN

Multi Super-visory Model
     Pengaturan dan pengawasan sektor jasa keuangan yang dilakukan oleh dari dua otoritas. Masing – masing industry jasa keuangan seperti perbankan, pasar modal, asuransi, dan lembaga jasa keuangan lainnya diatur dan diawasi oleh masing – masing regulator yang berbeda. Negara yang menggunakan model ini, antara lain: Amerika Serikat dan Republik Rakyat Cina.

Twin Peak Super-visory Model
     Pengaturan dan pengawasan sektor jasa keuangan yang dilakukan oleh dua otoritas utamanya yang pembagiannya didasarkan pada aspek prudential dan aspek market conduct. Dalam model ini lembaga keuangan prudensial seperti bank dan perusahaan asuransi berada dalam satu jurisdiksi pengaturan dan pengawasan tersendiri, sedangakan perusahaan efek dan lembaga keuangan lainnya serta seluruh produk – produk jasa keuangan berada dalam satu jurisdik pengaturan dan pengawasan tersendiri pula. Negara yang menggunakan model ini, antara lain: Australia dan Kanada.

Unified Super-Visory Model
     Pengaturan dan pengawasan sektor jasa keuangan oleh otoritas yang terintegrasi dibawah satu lembaga atau badan yang memiliki otoritas pengturan dan pengawasan terhadap seluruh sektor jasa keuangan mencakup perbankan, pasar modal, asuransi, dan lembaga keuangan lainnya. Negara yang menggunakan model ini, antara lain: Jepang, Korea Selatan dan Jerman.

Jumat, 07 Januari 2011

PENYUSUNAN RENCANA BISNIS ( BUSINESS PLAN)

PENYUSUNAN RENCANA BISNIS
(BUSINESS PLAN)

Business Plan adalah suatu dokumen tertulis yang berisi ide dasar dari sebuah rencana bisnis dan berbagai hal yang terkait dengan pendirian bisnis.
• Dokumen tertulis yang menguraikan ide dasar yang mendasar pada pertimbangan pendirian bisnis.

Pihak – pihak yang berkepentingan:
• Pihak Eksternal: manajemen perusahaan dan pegawai
• Pihak Internal : pelanggan, penyalur, dan investor

Ciri – ciri Bussines Plan yang berhasil
• Harus diatur urutan isinya secara tepat.
• Penampilan menarik, make up tidak tebal, bahasa tidak datar dan berlebihan.
• Menjelaskan keuntungan kuantitatif maupun kualitatif bagi pengguna produk.
• Menyajikan bukti kuat akan kemampuan produk yang dihasilkan.
• Menjelaskan tingkat pengembangan produk yang dicapai.
• Menggambarkan tim manajemen yang solid dan berpengalaman.
• Berisi proyeksi keuangan yang dapat dipercaya.

ISI DARI SUSUNAN PROPOSAL
1) Halaman judul.
2) Daftar isi.
3) Executive summary (ringkasan eksekutif).
4) Pernyataan visi dan misi.
5) Profil perusahaan/ koperasi.
6) Analisis pasar dan pemasaran.
7) Analisis produksi.
8) Analisis SDM.
9) Rencana pengembangan usaha.
10) Analisis keuangan.
11) Analisis dampak dan resiko resiko usaha.
12) Lampiran.
Halaman Judul
• Nama perusahaan, alamat, no.tlp, no.fax, e-mail, alamat web.
• Logo perusahaan.
• Nama, jabatan, alamat, no.tlp pemilik dan pengelola inti dari perusahaan.
• Tanggal di susunnya.

Daftar isi
• Berisi halam – halaman dari proposal.

EXECUTIVE SUMMARY(ringkasan eksekutif)
• Berisi ringkasan dari Business Plan yang telah disusun dari 1-3 halaman.
• Menciptakan rangsangan bagi pembaca untuk tertarik membaca.
• Disusun setelah Business Plan secara rinci.

VISI DAN MISI
• VISI : Gambaran perusahaan di masa datang.
• MISI : Gerakan untuk mencapai VISI.

PROFIL PERUSAHAAN/ KOPERASI
Berisi tentang sekilas profil perusahaan yang menyajikan Business Plan:
• Data perusahaan.
- Nama
- No.tlp
- Alamat
• Pemilik/pengurus.
• Struktur organisasi.
• Susunan pemilik/ pemegang saham.

ANALISIS PASAR DAN PEMASARAN
• Produk / jasa yang dihasilkan.
• Gambaran pasar.
• Target/ segmen pasar yang dituju.
• Trend perkembangan pasar.
• Proyeksi penjualan.
• Strategi pemasaran.
• Analisis pesaing.
• Saluran distribusi.

ANALISIS PRODUKSI
• Proses produksi.
• Bahan baku dan penggunaanya.
• Kapasitas produksi.
• Rencana pengembangan produksi.

ANALISIS SDM
• Analisis kompentensi SDM.
• Analisis kebutuhan dan pengembangan SDM.
• Rencana kebuuhan pengembangan SDM.
RENCANA PENGEMBANGAN USAHA
• Rencana pengembangan usaha.
• Tahap – tahap pengembangan usaha.

ANALISIS KEUANGAN
• Laporan keuangan.
• Rencana kebutuhan investasi.
• Rencana arus kas.
• Rencana kebutuhan pinjaman.
• Rencana pengembalian dana pinjaman.
• Anggunan yang dimiliki.

ANALISIS DAMPAK DAN RESIKO USAHA
• Dampak terhadap masyarakat sekitar.
• Dampak terhadap lingkungan.
• Analisis resiko usaha.
• Antisipasi resiko usaha.

LAMPIRAN
• Berkas – berkas yang mendukung isi rencana bisnis
Contohnya : SIUP

NAMA : PUTRI RACHMAWATI KARTIKA SARI
KELAS : 2 EA 14
NPM : 15209434
MATERI WORKSHOP : PENYUSUNAN RENCANA BISNIS (BUSINESS PLAN)
TGL. WORKSHOP : SENIN, 20 Desember 2010