Minggu, 09 Januari 2011

Seminar Rancangan Undang - Undang Tentang Otoritas Jasa Keuangan (OJK)

NAMA     : Putri Rachmawati Kartika Sari
KELAS    : 2 EA 14
NPM        : 15209434

OTORITAS JASA KEUANGAN (OJK)
Pasal 34 UU No. 3/2004 tentang Bank Indonesia:
(1) Tugas mengawasi Bank akan dilakukan oleh lembaga pengawasan sektor jasa keuangan yang independen, dan dibentuk dengan Undang – undang.
(2) Pembentukan lembaga pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) akan dilaksanakan selambat – lambatnya 31 Desember 2010.
  • Penjelasan Pasal 34 ayat (1):
Lembaga pengawasan jasa yang akan dibentuk melakukan pengawasan terhadap Bank dan perusahaan – perusahaan sektor jasa keuangan lainnya yang meliputi asuransi, dana pension , sekuritas, modal ventura, dan perusahaan pembiayaan, sera badan – badan lain yang menyelenggarakan pengelolaan dana masyarakat.
Lembaga ini bersifat independen dalam menjalankan tugasnya dan kedudukannya berada di luar pemerinah dan berkewajiban menyampaikan laporan kepada Badan Pemeriksa Keuangan dan Dewan Perwakilan Rakyat. Dalam melakukan tugasnya lembaga ini (supervisory board ) melakukan koordinasi dan kerjasama dengan Bank Indonesia sebagai Bank Sentral yang akan diatur dalam Undang – undang pembentukan lembaga pengawasan dimaksud.
  • Penjelasan Pasal 34 ayat (2)
Pengalihan fungsi pengawasan bank dari Bank Indonesia kepada lembaga pengawasan sektor jasa keuangan dilakukan secara bertahap setelah dipenuhinya syarat – syarat yang meliputi infrastruktur, anggaran, personalia, struktur organisasi, sistem informasi, sistem dokumentasi, dan berbagai peraturan pelaksanaan berupa perangkat hukum serta dilaporkan kepada Dewan Perwakilan Rakyat.
  • Penjelasan Pasal 37 ayat (1):
Jumlah anggota Dewan Gubernur disesuaikan setelah fungsi pengawasan bank dialihkan kepada lembaga pengawasan sektor jasa keuangan dengan mempertimbangkan pinsip efisiensi.

PERMASALAHAN GLOBAL YANG DIHADAPI DI DALAM SISTEM PENGAWASAN LEMBAGA JASA KEUANGAN

Konglomerasi Bisnis Jasa Keuangan
     Pertumbuhan dari berbagai entitas bisnis menjadi suatu bentuk konglomerasi yang menawarkan berbagai produk dan jasa keuangan di lini bisnis perbankan, pasar modal, asuransi, maupun lembaga pembiayaan non bank lainnya yang merupakan suatu tantangan yang kompleks di dalam mengatur dan mengawasi kegiatan entitas yang berbentuk konglomerasi. Pengaturan dan pengawasan yang bersifat sub sektoral (oleh masing – masing lembaga pengawas secara sendiri ) dapat mengakibatkan tidak terdeteksinya resiko financial dari kegiatan yang berada di wilayah abu – abu (grey area) dalam grup konglomerasi tersebut oleh otoritas pengawas, sehingga dapat membahayakan tingkat kesehatan sistem keuangan. Financial innovations telah menciptakan hybrid products yang menmbah kompleksitas transaksi pasar keuangan.
Arbitrase Peraturan
     Arbitrase peraturan adalah suatu istilah yang merujuk pada praktik – praktik yang dilakukan oleh lembaga – lembaga jasa keuangan dengan memilih di antara yurisdiksi oritas yang berbeda untuk memanfaatkan regulasi yang lebih longgar. Oleh karena itu, perlu selalu dilakukan harmonisasi dan sinkronasisasi peraturan di bidang jasa keuangan sehingga tercipta suatu kerangka aturan yang memiliki keseragaman di dalam standar pengaturan terhadap produk dan aktivitas jasa keuangan. Hal ini akan lebih efektif dilakukan dengan cara melakuakan konsolidasi regulator sektor jasa keuangan kedalam satu lembaga pengatur dan pengawas yang terintegrasi guna mencegah praktik – praktik tersebut.
Benturan Kepentingan
a. Kecenderungan Bank Sentral untuk lebih menggunakan instrument moneter (fasilitas likuiditas) di dalam menangani permasalahan bank dari pada menerapkan regulasi prudensial.
b. Potensi adanya intervensi “penguasa” di dalam menangani permasalahan dan perilaku pasar modal.

Hal – Hal Pokok RUU OJK
Indepedensi diwujudkan dalam bentuk:
1. Setelah dipilih, anggota Dewan Komisioner memiliki periode jabatan yang hanya bisa diberhentikan dengan persyaratan yang transparan (missal: criminal, immoral, dan melanggar sumpah jabatan).
2. Anggaran operasional OJK dibiayai dari industri keuangan dan diaudit oleh Akuntan Publik dan/atau BPK secara professional dan transparan.
3. OJK berada diluar system birokrasi pemerintahan.

Check and Balances diwujudjan dengan cara:
1. Menghilangkan benturan kepentingan dengan cara memisahkan antara fungsi pengaturan (regulasi) dan fungsi pengawasan (supervise).
2. Dewan Komisioner melakukan fungsi pengaturan, sedangkan 3 lembaga pengawas masing – masing melaksanakan fungsi pengawasan secara otonomi.
3. Ketua Dewan Komisioner mewakili OJK secara eksternal, namun secara internal penganbilan keputusan Dewan Komisioner bersifat kolegial.

Koordinasi:
1. Membentuk database bersama yang terintegrasi.
2. Bank Indonesia sebagai otoritas moneter diperkenankan melakukan “onsite inspection” bersama dengan Pengawas Perbankan-OJK dan LPS.
3. Kementrian Keuangan, Bank Indonesia, OJK, dan LPS adlah anggota Forum Stabilitas Sistem Keuangan yang berkoordinasi secara rutin melakukan: macroeconomic surveillance, pertukaran informasi tentang profil resiko industry keuangan, dan menyempurnakan crisis management protocol.

Bank Indonesia sebagai Otoritas Moneter memiliki kewenangan:
1. Kebijakan Moneter.
2. Pengaturan perbankan yang terkait dengan kebijakan moneter.
3. System Pembayaran.
4. Lender of the last resort.
5. Macro-Prudential.

Struktur Organisasi OJK
OTORITAS JASA KEUANGAN
DEWAN KOMISIONER
Beranggotakan 7 orang, terdiri atas:
1) Ketua Komisioner.
2) Anggota Komisioner (ex-officio).
3) Anggota Komisioner (ex-officio) Bank Indonesia.
4) Anggota Komisioner (ex-officio) Kementrian Keuangan.
5) Anggota Komisioner merangkap Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan.
6) Anggota Komisioner merangkap Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal.
7) Anggota Komisioner merangkap Kepala Eksekutif Pengawas IKNB.

MODEL PENGAWASAN INDUSTRI JASA KEUANGAN

Multi Super-visory Model
     Pengaturan dan pengawasan sektor jasa keuangan yang dilakukan oleh dari dua otoritas. Masing – masing industry jasa keuangan seperti perbankan, pasar modal, asuransi, dan lembaga jasa keuangan lainnya diatur dan diawasi oleh masing – masing regulator yang berbeda. Negara yang menggunakan model ini, antara lain: Amerika Serikat dan Republik Rakyat Cina.

Twin Peak Super-visory Model
     Pengaturan dan pengawasan sektor jasa keuangan yang dilakukan oleh dua otoritas utamanya yang pembagiannya didasarkan pada aspek prudential dan aspek market conduct. Dalam model ini lembaga keuangan prudensial seperti bank dan perusahaan asuransi berada dalam satu jurisdiksi pengaturan dan pengawasan tersendiri, sedangakan perusahaan efek dan lembaga keuangan lainnya serta seluruh produk – produk jasa keuangan berada dalam satu jurisdik pengaturan dan pengawasan tersendiri pula. Negara yang menggunakan model ini, antara lain: Australia dan Kanada.

Unified Super-Visory Model
     Pengaturan dan pengawasan sektor jasa keuangan oleh otoritas yang terintegrasi dibawah satu lembaga atau badan yang memiliki otoritas pengturan dan pengawasan terhadap seluruh sektor jasa keuangan mencakup perbankan, pasar modal, asuransi, dan lembaga keuangan lainnya. Negara yang menggunakan model ini, antara lain: Jepang, Korea Selatan dan Jerman.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar